Tahukah kamu, saat ini aku menangis. Dan beberapa detik sebelum saat ini, dadaku terasa panas dan penuh. Seolah ada yang mendesak hendak keluar dari dalamnya. Dan detik berikutnya, kudapati panas dari dada itu merambat keluar melalui buliran yang keluar dari mataku. Dan kemudian aku hanya bisa pasrah membiarkan semua rasa ini meluap-luap membasahi bantal yang meredam isakku.
Beruntung gravitasi mengembalikan dua kakiku memijak tanah, walaupun hasilnya lelah, dan air mata ini adalah luapan kelelahannya. Maka kubiarkan ia tumpah, mengistirahatkan sejenak dada yang penuh menampung serpihan hati yang terlanjur patah, membasuh sedikit luka, walau takkan mampu sepenuhnya meniadakan patahan yang terlanjur ada.
Dan tunggulah aku di suatu pagi. Aku akan hadir di hadapanmu dengan senyum mengembang tanpa terpaksa. Bukan untuk merebut kembali genggamanmu dan meletakannya dengan paksa di genggamanku. Bukan pula untuk kembali membiarkan bayang-bayang kita berkejaran di bawah senja. Tapi hanya untuk memberi senyuman tulus untukmu. Sehingga kau nanti yakin, bahwa tanpamu, aku baik-baik saja.